Rabu, 25 November 2015

BAB 03; Konsepsi IBD dalam Kesustraan: 2. Pendekatan Kesusastraan


 
Ilmu Budaya Dasar yang semula dinamakan Basic Humanities, berasal dari bahasa Inggris the humanities. Istilah ini berasal dari bahasa latin Humanus, yang berarti manusiawi, berbudaya, dan halus. Dengan mempelajari the humanities orang akan menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Jadi the humanities berkaitan dengan masalah nilai, yaitu nilai kita sebagai homo humanus.
Untuk menjadi homo humanus, manusia harus mempelajari ilmu, yaitu the humanities, disamping tanggung jawabnya yang lain. Apa yang dimasukkan kedalam the humanities masih dapat diperdebatkan, dan kadang-kadang disesuaikan dengan keadaan dan waktu. Pada umumnya, the humanities mencakup filsafat, seni dan cabang-cabangnya tennasuk sastra, sejarah, cerita rakyat, clan. Pada pokoknya, semua mempelajari masalah manusia dan budaya. Karena itu ada yang menerjemahkan the humanities menjadi ilmu-ilmu kemanusiaan, ada juga yang menerjemahkan menjadi pengetahuan budaya.

Karena seni adalah ekspresi yang sifatnya tidak normatif, seni lebih mudah berkomunikasi. Karena tidak normatif, nilai-nilai yang disampaikannya lebih fleksibel, baik isinya maupun cara penyampaiannya.
Hampir disetiap jaman, sastra mempunyai peranan yang lebih penting. Alasan pertama, karena sastra mempergunakan bahasa. Sementara itu, bahasa mempunyai kemampuan untuk menampung hampir semua pemyataan kegiatan manusia. Dalam usahanya untuk memahami dirinya sendiri, yang kemudian melahirkan filsafat, manusia mempergunakan bahasa. Dalam usahanya untuk memahami alam semesta, yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan, manusia mempergunakan bahasa. Dalam usahanya untuk mengatur hubungan antara sesamanya yang kemudian melahirkan ilmu-ilmu sosial, manusia mempergunakan bahasa. Dengan demikian, manusia dan bahasa pada hakikatnya adalah satu. Kenyataan inilah mempermudah sastra untuk berkomunikasi.
Seni memegang peranan penting, maka seniman sebagai pencipta karya seni juga penting, meskipun yang lebih penting adalah karyanya. Seniman adalah media penyampai nilai-nilai kemanusiaan. Kepekaannya menyebabkan dia mampu menangkap hal yang lepas dart pengamatan orang lain.

Sastra juga lebih mudah berkomunikasi, karena pada hakikatnya karya sastra adalah penjabaran abstraksi. Sementara itu filsafat, yang juga mempergunakan bahasa, adalah abstraksi. Cinta kasih, kebahagian, kebebasan, dan lainnya yang digarap oleh filsafat adalah abstrak. Sifat abstrak inilah yang menyebabkan filsafat kurang berkomunikasi.


A. Pengertian sastra
Secara etimologis kata sastra berasal dari bahasa sansekerta, dibentuk dari akar kata sas- yang berarti mengarahkan, mengajar dan memberi petunjuk. Akhiran –tra yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk..Secara harfiah, kata sastra berarti huruf, tulisan atau karangan. Kata sastra ini kemudian diberi imbuhan su- (dari bahasa Jawa) yang berarti baik atau indah, yakni baik isinya dan indah bahasanya. Selanjutnya, kata susastra diberi imbuhan gabungan ke-an sehingga menjadi kesusastraan yang berarti nilai hal atau tentang buku-buku yang baik isinya dan indah bahasanya.

Selain pengertian istilah atau kata sastra di atas, dapat juga dikemukakan batasan/definisi dalam berbagai konteks pernyataan yang berbeda satu sama lain. Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa sastra itu bukan hanya sekedar istilah yang menyebut fenomena yang sederhana dan gampang. Sastra merupakan istilah yang mempunyai arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Kita dapat berbicara secara umum, misalnya berdasarkan aktivitas manusia yang tanpa mempertimbangkan budaya suku maupun bangsa. Sastra dipandang sebagai suatu yang dihasilkan dan dinikmati. Orang-orang tertentu di masyarakat dapat menghasilkan sastra. Sedang orang lain dalam jumlah yang besar menikmati sastra itu dengan cara mendengar atau membacanya.

Batasan sastra menurut PLATO adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia ide. ARISTOTELES, murid PLATO, memberi batasan sastra sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat. Menurut kaum formalisme Rusia, sastra adalah sebagai gubahan bahasa yang bermaterikan kata-kata dan bersumber dari imajinasi atau emosi pengarang. Rene Welleck dan Austin Warren, memberi defenisi bahasa dalam tiga hal:
1. Segala sesuatu yang tertulis
2. Segala sesuatu yang tertulis dan yang menjadi buku terkenal, baik dari segi isi maupun bentuk kesusastraannya
3. Sebagai karya seni yang imajinatif dengan unsur estetisnya dominan dan bermediumkan bahasa.


B. Pengertian Seni
Dalam bahasa Sanskerta, kata seni disebut cilpa. Sebagai kata sifat, cilpa berarti berwarna, dan kata jadiannya su-cilpa berarti dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indah atau dihiasi dengan indah. Sebagai kata benda ia berarti pewarnaan, yang kemudian berkembang menjadi segala macam kekriaan yang artistik. Cilpacastra yang banyak disebut-sebut dalam pelajaran sejarah kesenian, adalah buku atau pedoman bagi para cilpin, yaitu tukang, termasuk di dalamnya apa yang sekarang disebut seniman. Memang dahulu belum ada pembedaan antara seniman dan tukang. Pemahaman seni adalah yang merupakan ekspresi pribadi belum ada dan seni adalah ekspresi keindahan masyarakat yang bersifat kolektif. Yang demikian itu ternyata tidak hanya terdapat di India dan Indonesia saja, juga terdapat di Barat pada masa lampau.

Dalam bahasa Latin pada abad pertengahan, ada terdapat istilah-istilah ars, artes, dan artista. Ars adalah teknik atau craftsmanship, yaitu ketangkasan dan kemahiran dalam mengerjakan sesuatu; adapun artes berarti kelompok orang-orang yang memiliki ketangkasan atau kemahiran; dan artista adalah anggota yang ada di dalam kelompok-kelompok itu. Maka kiranya artista dapat dipersamakan dengan cilpa.
Ars inilah yang kemudian berkembang menjadi l’arte (Italia), l’art (Perancis), elarte (Spanyol), dan art (Inggris), dan bersamaan dengan itu isinyapun berkembangan sedikit demi sedikit kearah pengertiannya yang sekarang. Tetapi di Eropa ada juga istilah-istilah yang lain, orang Jerman menyebut seni dengan die Kunst dan orang Belanda dengan Kunst, yang berasal dari akar kata yang lain walaupun dengan pengertian yang sama. (Bahasa Jerman juga mengenal istilah die Art, yang berarti cara, jalan, atau modus, yang juga dapat dikembalikan kepada asal mula pengertian dan kegiatan seni, namun demikian die Kunst-lah yang diangkat untuk istilah kegiatan itu).

Dari dulu sampai sekarang karya sastra tidak pernah pudar dan mati. Dalam kenyataan karya sastra dapat dipakai untuk mengembangkan wawasan berpikir bangsa. Karya sastra dapat memberikan pencerahan pada masyarakat modern. ketangguhan yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan. Di satu pihak, melalui karya sastra, masyarakat dapat menyadari masalah-masalah penting dalam diri mereka dan menyadari bahwa merekalah yang bertanggung jawab terhadap perubahan diri mereka sendiri.

Sastra dapat memperhalus jiwa dan memberikan motivasi kepada masyarakat untuk berpikir dan berbuat demi pengembangan dirinya dan masyarakat serta mendorong munculnya kepedulian, keterbukaan, dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sastra mendorong orang untuk menerapkan moral yang baik dan luhur dalam kehidupan dan menyadarkan manusia akan tugas dan kewajibannya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan memiliki kepribadian yang luhur.
Selain melestarikan nilai-nilai peradaban bangsa juga mendorong penciptaan masyarakat modern yang beradab (masyarakat madani) dan memanusiakan manusia dan dapat memperkenalkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal, melatih kecerdasan emosional, dan mempertajam penalaran seseorang.
Sastra tidak hanya melembutkan hati tapi juga menumbuhkan rasa cinta kasih kita kepada sesama dan kepada sang pencipta. Dengan sastra manusia dapat mengungkapkan perasaan terhadap sesuatu jauh lebih indah dan mempesona.


C. Hubungan Antara Sastra, Seni dengan Ilmu Budaya Dasar
Masalah sastra dan seni sangat erat hubungannya dengan ilmu budaya dasar, karena materi – materi yang diulas oleh ilmu budaya dasar ada yang berkaitan dengan sastra dan seni.Budaya Indonesia sanagat menunjukkan adanya sastra dan seni didalamnya.
Latar belakang IBD dalam konteks budaya, negara dan masyarakat Indonesia berkaitan dengan masalah sebagai berikut:
1. Kenyataan bahwa bangsa indonesia berdiri atas suku bangsa dengan segala keanekaragaman budaya yg tercemin dalam berbagai aspek kebudayaannya, yg biasanya tidak lepas dari ikatan2 primordial, kesukaan, dan kedaerahan .
2. Proses pembangunan yg sedang berlangsung dan terus menerus menimbulkan dampak positif dan negatif berupa terjadinya perubahan dan pergeseran sistem nilai budaya sehingga dengan sendirinya mental manusiapun terkena pengaruhnya .
3. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan perubahan kondisi kehidupan mausia, menimbulkan konflik dengan tata nilai budayanya, sehingga manusia bingung sendiri terhadap kemajuan yg telah diciptakannya.

BAB 02; Manusia dan Kebudayaan: 3. Masuknya Budaya Korea ke Indonesia.


Budaya Korea, terutama budaya Korean Pop (K-Pop) sudah menyebar luas di Asia, bahkan di dunia. Korean Pop atau yang sering disebut Hallyu Wave (pengaruh gelombang artis K-Pop) juga telah banyak disukai oleh masyarakat Indonesia. Dimulai dari drama Korea yang masuk ke stasiun televisi Indonesia dan boyband girlband asal korea yang bermunculan. Makanan, minuman serta pernak pernik ala Korea pun di ikuti oleh masyarakat Indonesia penyuka K-Pop.

Umumnya, masyarakat khususnya remaja perempuan menyukai budaya Korea karena artis Korea itu sendiri tampan dan cantik. Budaya K-Pop dipenuhi oleh wajah-wajah yang menarik dari artis drama, boyband dan girlband Korea. Penampilan atau pertunjukan di atas panggung yang memikat hati penggemarnya. Kreativitas yang tiada henti semakin memperkuat perkembangan budaya Korea di Indonesia. Sejak semula, K-Pop memang terpusat untuk menarik perhatian kaum muda. Anak-anak muda di Indonesia pun sudah ‘terkontaminasi’ bahkan ‘tersihir’ oleh budaya ini. Banyak anak bangsa yang mengikuti genre musik Korea seperti boyband dan girlband yang mirip seperti boyband/girlband asal Korea.

Komunitas-komunitas penggemar budaya Korea yang lebih dikenal sebagai K-Popers pun tumbuh di berbagai kota dan situs jejaring sosial di internet. Kelompok-kelompok penggemar budaya K-Pop ini juga seringkali memakai istilah-istilah dalam bahasa Korea untuk saling menyapa sesama penggemar budaya ini. Di situs jejaring sosialpun (misalnya: facebook/twitter), para penggemar budaya K-Pop ini lebih senang memakai nama-nama samaran yang berbau Korea.

Kesuksesan Korea dalam bidang musik dan drama-nya membuat lagu pop maupun drama nya masuk dan mudah diterima oleh negara lain. Selain itu, komoditas dan artis Korea juga memberi dampak yang besar pada budaya konsumsi mulai dari makanan, pakaian, tata rias, dan juga segala hal yang berkaitan dengan urusan kesempurnaan manusia secara fisik. Di kota- kota besar di Asia, seperti di China dan Taiwan, dapat ditemui para penggemar budaya K-Pop memakai pakaian, gaya rambut, tata rias, dan bahkan ada dari antara mereka yang dengan ekstrim sampai melakukan bedah plastik atau bedah kosmetik agar terlihat seperti idola mereka.

Budaya Korea mampu mempengaruhi pola hidup dan cara berpikir masyarakat yang dipengaruhinya. Penyebaran pengaruh budaya Korea bukan hanya meningkatkan peluang untuk melaksanakan pertukaran dan interaksi budaya, tetapi juga menjadi sarana untuk melegalkan ideologi Korea agar mudah diterima dunia internasional.

Banyak anak bangsa yang mengikuti genre musik Korea seperti banyak dibuatnya boyband dan girlband yang mirip seperti boyband dan girlband asal Korea. Contoh boyband dan girlband di Indonesia adalah smash, dragon boys, Hits, XO IX, cherrybelle, 7 icons, dll. Boyband and girlband asal Indonesia banyak meniru boyband dan girlband asal Korea seperti Super Junior, Beast, 2PM, MBLAQ, Girls Generations, dll. Di Indonesia sudah banyak diadakan audisi boyband dan girlband yang bertujuan untuk mencari bakat anak bangsa. Bukan hanya para remaja yang mengikuti boyband dan girlband tetapi anak kecil juga ikut-ikutan bahkan orang tuapun juga mengikutinya.

Masuknya K-Pop ke Indonesia membuat pergeseran musik melayu dan dangdut Indonesia. Musik melayu dan dangdut sudah semakin jarang diminati masyarakat dan jarang ditampilkan di layar televisi. Masyarakat sekarang lebih menyukai boyband dan girlband ala Korea. Pergeseran tersebut membuat musik melayu dan dangdut mulai menurun drastis.

Masyarakat Indonesia yang menyukai K-Pop sangat mengidolakannya secara berlebihan tanpa mengetahui dampak positif dan negatifnya. Apa sajakah dampak positif dan negatif menyebarnya budaya K-Pop Indonesia? Terutama pengaruhnya terhadap sikap nasionalisme kaum muda terhadap tanah air? Apakah dengan kuatnya penyebaran budaya K-Pop akan berpengaruh pada memudarnya budaya asli kita? Berikut dampak-dampak positif dan negatif menyebarnya Hallyu Wave di Indonesia;
Dampak positif masuknya budaya Korea ke Indonesia:
1. Kecintaan masyarakat pada musik semakin tinggi.
Dengan masuknya lagu-lagu Korea ke Indonesia menambah variasi musik baru di Indonesia, maka akan menambah banyak genre musik di negara ini. Dalam hal ini tentunya selera masyarakat sangat dimanjakan dengan keberadaan K-Pop ini.
2. Bakat-bakat yang selama ini terpendam dapat dikembangkan atau diekspresikan.
Maksudnya, perkembangan dalam hal kreatifitas dan musik modern. Dengan adanya K-Pop ini, para remaja bisa belajar seni tentang K-Pop, mulai dari dance, olah vokal, genre musiknya dan lain sebagainya.
3. Mempererat hubungan antara Indonesia dan Korea.
Dalam hubungan bilateral antar negara antara Indonesia dengan Korea Selatan sendiri tentunya secara tidak langsung akan semakin erat, karena disinilah hubungan timbal balik itu akan terjadi. Disatu sisi Korea Selatam dapat meningkatkan ekonomi mereka dengan menerima royalti dari penjualan album dan sebagainya, sedangkan di sisi yang lain, Indonesia sebagai konsumen dapat terpuaskan oleh hiburan musik tersebut.
4. Banyak remaja yang tertarik untuk mempelajari budaya dan bahasa Korea.
Dengan adanya minat yang luar biasa hebatnya di Indonesia, mendorong sebagian penikmat musik K-Pop tersebut untuk mempelajari segala hal yang berhubungan dengan K-Pop dan negara asalnya. Dalam hal ini, maka pengetahuan yang dimilikinya tentang negara lain pun juga akan ikut berkembang.
5. Mempermodern jenis musik di Indonesia.
6. Style berpakaian yang modis, gaya rambut, aksesoris yang lebih bervarisasi dan beraneka ragam.
7. Menambah devisa negara.
Dengan banyaknya artis Korea yang datang ke Jakarta untuk menggelar konser seperti Super Junior yang secara tidak langsung mempromosikan indonesia sebagai tujuan menarik para wisatawan asing yang berasal dari korea.
8. Menambah referensi tempat-tempat pariwisata yang di indah di negara Korea dengan menonton drama Korea.


Dampak negatif masuknya budaya Korea ke Indonesia:
1. Mengurangi rasa cinta terhadap musik Indonesia seperti melayu dan dangdut.
2. Musik asli Indonesia lama-kelamaan akan hilang. Dengan adanya K-Pop ini akan berpengaruh pula terhadap permusikan di Indonesia. Penikmat musik lama-lama akan berubah haluan.
3. Membuat pergeseran budaya lokal.
4. Masyarakat kita, khususnya anak muda, banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya K-Pop yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
5. Tercampurnya kebudayaan dalam negeri dengan kebudayaan luar, khususnya permusikan itu sendiri.
6. Acuh tak acuh terhadap budaya tradisional Indonesia.
7. Lebih menyukai budaya Korea ketimbang budaya asli Indonesia yang bersifat monoton.
8. Terlalu fanatik terhadap boyband atau girlband sehingga melupakan kewajibannya. Misalnya, seorang pelajar rela bolos sekolah demi melihat artis Korea yang datang berkunjung ke Indonesia.
9. Meniru gaya hidup dari artis-artis Korea yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.


Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat, hal ini dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita. Namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dikuasai oleh negara-negara maju. Salah satu negara-nya adalah Korea selatan, Korean Wave atau Gelombang Korea ini belakangan mulai masuk dan berkembang di Indonesia. Demam Korea ini sangat digandrungi oleh masyarakat Indonesia dari kalangan remaja sampai orang dewasa. Dari mulai drama korea, film, musik dan lain-lain nya. Artis-artis Korea yang menarik perhatian dari segi fisik-nya, dapat membuat masyarakat Indonesia sangat mengagumi mereka. Hal ini menjadikan masyarakat Indonesia menjadi lebih tertarik terhadap kebudayaan Korea dan hal yang ditakuti adalah lunturnya kebudayaan Indonesia itu sendiri. Sebagai bangsa Indonesia yang baik, kita harus dapat memfilter dampak-dampak yang diakibatan oleh budaya Korea. Dampak positif yang dapat kita ambil dan dampak negatif yang harus kita hindari.


Selasa, 24 November 2015

BAB 02; Manusia dan Kebudayaan: 2. Penduduk, Masyarakat dan Kebudayaan


Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu waktu dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Pertumbuhan penduduk sendiri biasanya digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia.


Kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dalam. Perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang . Kepribadian adalah ciri, karakteristik, gaya atau sifat-sifat yang memang khas dikaitkan dengan diri kita sendiri.


Menurut beberapa ahli sendiri kepribadian di definisikan sebagai berikut:
1) Yinger
Kepribadian adalah perilaku dari seseorang dengan system yang berkecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan beberapa macam instruksi.

2) M.A.W Bouwer
Kepribadian adalah corak tingkah laku sosial yang meliputi kekuatan, dorongan, keinginan, opini dan sikap sikap daribberbagai individu.

3) Cuber
Kepribadian adalah gabungan dari semua sifat-sifat yang tampak dan dapat dilihat oleh siapa saja.

4) Theodore R. Newcombe
Kepribadian adalah sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilakunya sendiri.



Definisi Masyarakat.
Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama. Seperti; sekolah, keluarga, perkumpulan, negara semua adalah masyarakat. Masyarakat juga merupakan satuan sosial, sistem sosial, atau kesatuan hidup manusia. Istilah inggrisnya adalah society, sedangkan masyarakat itu sendiri berasal dari bahasa Arab Syakara yang berarti ikut serta atau partisipasi. Masyarakat berarti saling bergaul yang istilah ilmiahnya berinteraksi. Dalam ilmu sosiologi, kita mengenal ada dua macam masyarakat, yaitu masyarakat paguyuban dan masyarakat patambayan. Masyarakat paguyuban terdapat hubungan pribadi antara anggota-anggota yang menimbulkan suatu ikatan batin antara mereka. Kalau pada masyarakat patambayan terdapat hubungan pamrih antara anggota-anggotanya.


Definisi Masyarakat Menurut Para Ahli:
a. Menurut Selo Sumarjan (1974), masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang
menghasilkan kebudayaan.

b. Menurut Koentjaraningrat (1994), masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama.

c. Menurut Ralph Linton (1968), masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka menganggap sebagai satu kesatuan sosial.

d. Menurut Karl Marx, masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.

e. Menurut Emile Durkheim, masyarakat merupakan suatu kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.

f. Menurut Paul B. Horton & C. Hunt, masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok/kumpulan manusia tersebut.


Unsur-unsur suatu masyarakat:
A. Harus ada perkumpulan manusia dan harus banyak.

B. Telah bertempat tinggal dalam waktu lama disuatu daerah tertentu.

C. Adanya aturan atau undang-undang yang mengatur masyarakat untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.


Bila dipandang cara terbentuknya masyarakat:
1. Masyarakat paksaan, misalnya negara & masyarakat tawanan

2. Masyarakat merdeka;
a) Masyarakat natur yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendiri nya, seperti: gerombolan (harde), suku (stam), yang bertalian karena hubungan darah atau keturunan.
b).Masyarakat kultur,yaitu masyarakat yang terjadi karena kapantingn kedunian atau kepercayaan.


Masyarakat dipandang dari sudut Antropologi terdapat dua tipe masyarakat:
1. Masyarakat kecil yang belum begitu kompleks, belum mengenal pembagian kerja, belum mengenal tulisan dan teknologinya sederhana.

2. Masyarakat sudah kompleks, yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala bidang, karena pengetahuan modern sudah maju, teknologipun sudah berkembang dan sudah mengenal tulisan.


Faktor-faktor yang mendorong manusia untuk hidup:
a) Hasrat sosial
merupakan hasrat yang ada pada setiap individu untuk menghubungkan dirinya kepada individu lain atau kelompok.

b) Hasrat untuk mempertahankan diri
adalah hasrat untuk mempertahankan diri dari berbagai pengaruh luar yang mungkin datang kepadanya.

c) Hasrat berjuang
hasrat ini dapat kita lihat pada adanya persaingan &  keinginan membantah pendapat orang lain. Sehingga mereka mengadakan persatuan untuk mencapai suatu tujuan bersama.

d) Hasrat harga diri
rasa harga diri merupakan hasrat pada seseorang untuk menganggap atau bertindak atas dirinya lebih tinggi dari pada orang lain, karena mereka ingin mendapat penghargaan yang selayaknya.

e) Hasrat meniru
adalah hasrat untuk menyatakan secara diam-diam atau terang-terangan sebagian dari salah satu tindakan.

f) Hasrat bergaul
hasrat untuk bergabung dengan orang-orang tertentu, kelompok tertentu, atau masyarakat tertentu dalam suatu masyarakat.

g) Hasrat untuk mendapatkan kebebasan
hasrat ini tampak jelas pada tindakan-tindakan manusia bila mendapat kekangan-kekangan atau pembatasan-pembatasan.

h) Hasrat untuk memberitahukan
hasrat untuk menyampaikan perasaan-perasaan kepada orang lain, biasanya disampaikan dengan suara atau isyarat.

i) Hasrat simpati
kesanggupan dengan langsung turut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.



Definisi kebudayaan.
Kebudayaan adalah hasil dari akal dan ikhtiar manusia, kebudayaan sendiri berasa dari kata budhi-budhaya dalam bahasa sansekerta yang artinya akal, sehingga kebudayaan sendiri diartikan sebagai hasil pemikirian atau akal manusia.

Kebudayaan sendiri berasa dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan dan daya artinya perbuatan atau ikhtiar sebagai unsur jasmani.


Beberapa ahli pun turut mendefinisikan sebagai berikut:
1) Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan kesuatuan yang kompleks, di dalamnya terkandung beberbagai unsur seperti pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain lain.

2) M. Jacobs dan B.J Stern
Kebudayaan mencakup semua unit yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideology, religi dan kesenian yang merupakan warisan dari nenek buyut.

3) Koenjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan system gagas , tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia.

4) Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan adalah hasil perjuangan manusia terhadap pengaruh kuat, yaitu pengaruh zaman dan alamat merupakan bukti yang kuat dari kejayaan hidup manusia mengatasi berbagai rintangan di dalam hidupnya dan penghidupannya berguna untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.


Jumat, 13 November 2015

Kasus Pelanggaran UU ITE


Berkedok Penghinaan dan Pencemaran Nama baik, Polisi Gunakan UU ITE untuk Kriminalisasi Kebebasan Berekspresi
RUU Perubahan UU ITE (versi Pemerintah Presiden Jokowi) harus Menghapuskan Pidana Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik dan Memperkuat Posisi Izin Dari Ketua Pengadilan Negeri Sebagai Mekanisme Kontrol Dan Pengawasan Dari Kewenangan Upaya Paksa
Tim Advokasi Pembela Kebebasan Berekspresi dan Tolak Kriminalisasi (Tim Advokasi), prihatin dengan kasus yang menimpa Adlun Fiqri, seorang mahasiswa di Ternate, ia mengupload video dugaan suap yang dilakukan oleh oknum Kepolisian Resort Ternate (Polres Ternate) saat melakukan tilang kendaraan bermotor. Perbuatan yang seseungguhnya ditujukan untuk mengungkapkan dan mengkoreksi prilaku aparat penegak hukum demi kepentingan umum di respon berbeda oleh Polisi. Ia  malah mendapat penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka oleh Polres Ternate atas dasar tindak pidana Penghinaan berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Adlun Fiqri ditangkap pada 28 September 2015, dan pada 30 September 2015 dirinya sudah berstatus tersangka dan ditahan di Polres Ternate berdasarkan surat perintah penahanan No. Pol: Sp. Han/130/IX/2015/Sat Reskrim. Berdasarkan informasi yang diterima selama penangkapan dan penahanan, dirinya di siksa aparat, dipaksa untuk Push-up, tubuhnya ditendang dengan sepatu lars pada bagian rusuk, pemukulan dibagian lengan hingga memar dan juga pemukulan di kepala bagian belakang. Selain itu, catatan lain, video yang di upload Adlun Fiqri di Youtube sudah dihapus, diduga karena ada paksaan dari oknum yang berkebaratan atas tersebarnya video tersebut.
Meskipun saat ini kasus Adlun Fiqri dikabarkan telah di di SP3 atau dihentikan karena Polisi menarik laporan, namun efek rasa takut dan dampak personal yang telah diterima oleh Adlun Fiqri maupun orang disekitarnya patut menjadi perhatian serius dari semua pihak utamanya Pemerintah Presiden Joko Widodo.
Tim Advokasi mengutuk keras dan menilai bahwa kasus Adlun Fiqri adalah akumulasi dari masalah mendasar Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang bersifat karet, multitafsir sehingga mengancam kebebasan berekpresi. Bahkan  revisi UU ITE 2015 oleh pemerintah ternyata justru menginginkan penggunaan yang lebih eksesif yakni , menghilangkan mekanisme ijin penahanan oleh pengadilan.
Terkait kasus Adlun Fiqri, Tim Advokasi menilai bahwa:
Pertama, Penggunaan pasal 27 ayat (3) UU ITE memiliki ancaman pidana 5 tahun penjara meberikan celah untuk  melakukan penahanan dan penangkapan.  Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak memenuhi asas pidana yang baik, rumusan karet dan tidak tegas, serta tidak sinkron dengan pengaturan penghinaan dalam KUHP dan pula tentunya dengan ancaman pidana diatas 5 tahun yang mengaktifkan kewenangan penangkapan dan penahanan oleh Polisi, pasal ini menjadi alat bungkam kebebasan berekspresi berkedok pencemaran nama baik yang sempurna.
Kedua, kuat dugaan bahwa penahanan terhadap Adlun Fiqri,  mengabaikan syarat penting penahanan, (tiadanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran  tersangka untuk melarikan diri, mengulangi perbuatan dan menghilangkan barang bukti).  Seharusnya  untuk kasus Adlun Fiqri  berdasarkan Pasal 43 ayat (6) UU ITE,  penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam. Penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri menjadi pintu untuk menguji penting atau tidaknya suatu penahanan,Tim Advokasi khawatir  bahwa ada kemungkinan polisi tidak mengikuti prosedur sebagaimana dalam ketentuan Pasal 43 ayat (6) UU ITE.
Ketiga, Penggunaan Pasal 27 ayat (3) UU ITE sudah dalam taraf menimbulkan iklim ketakutan dalam masyarakat karena berpotensi melahirkan kewenangan upaya paksa yang eksesif oleh penegak hukum. Disamping itu terjadi penyiksaan dan kekerasan serta intimidasi yang diterima oleh Adlun Fiqri selama masa penangkapan dan penahanan. Penggunaan ketentuan pidana UU ITE di tambah dengan perilaku aparat penegak hukum yang melanggar prosedur telah nyata-nyata menimbulkan ancaman serius bagi kebebasan berekspresi dan berpendapat, utamanya dalam hal kritik dan pengungkapan kebenaran terhadap perilaku buruk aparatur negara.
Keempat, Kasus Adlun Fiqri telah menambah deretan praktik buruk penanganan kasus-kasus penghinaan yang dijerat dengan UU ITE oleh aparat penegak hukum. Lebih jauh, kedepan pembungkaman kebebasan berekspresi berkedok kasus-kasus penghinaan yang dijerat dengan UU ITE sepertinya tidak akan banyak  berubah atau mungkin akan semakin buruk jika dilihat dari Rancangan Perubahan UU ITE (RUU Perubahan UU ITE). Tim Advokasi menilai bahwa pemerintah Jokowi (lewat Menkominfo) secara sengaja mengabaikan  semua masalah yang telah timbul dari pengaturan lama UU ITE.
Tim advokasi menilai bahwa dalam RUU Perubahan UU ITE, versi Menkominfo, pemerintah Jokowi bersikeras tetap mengatur pidana penghinaan dan pencemaran nama baik, padahal disaat yang bersamaan, pemerintah dan DPR tengan membahas RUU KUHP yang bercita-cita melakukan kodifikasi seluruh ketentuan pidana di Indonesia.
Memasukkan penghinaan dan pencemaran nama baik ke RUU KUHP akan lebih baik karena pembahasannya akan lebih mendasar dan tentu saja untuk kepentingan harmonisasi, sinkronisasi dan kodifikasi hukum pidana di Indonesia, sehingga problem pengaturan buruk yang ada di UU ITE saat ini dapat teratasi.
Lebih parah,  pemerintah Jokowi (lewat Menkominfo) kemudian menganulir ketentuan izin Ketua Pengadilan Negeri dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan kasus ITE berdasarkan Pasal 43 ayat (6) UU ITE. Sebagai mekanisme kontrol dan pengawasan kewenangan upaya paksa dari aparat penegak hukum penting agar tidak digunakan secara eksesif.
Tim Advokasi mendesak agar :
Pertama,  dilakukan pemulihan dan kompensasi kepada Adlun Fiqri, akibat dari penangkapan dan penahanan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum, terlebih karena kasus ini diduga merupakan bentuk kesengajaan membungkam kebebasan berekspresi dan berpendapat dan pengungkapan kebenaran yang berkedok kasus penghinaan dan pencemaran nama baik.
Kedua, polisi segera mengusut tuntas kasus dugaan suap dan pemerasan yang melibatkan oknum Polres Ternate.
Ketiga, Polisi segera mengusut tuntas kasus penyiksaan dan kekerasan serta intimidasi yang diterima oleh Adlun Fiqri selama masa penangkapan dan penahanan dan sekaligus hal pemulihan dan ganti rugi. Lebih khusus mendesak Kapolri, Komnas HAM, Propam, Kompolnas, dan atau Institusi lembaga negara lainnya yang berkepentingan di bidang reformasi di tubuh kepolisian untuk merespon ketidakprofesionalan di tubuh kepolisian, dalam kasus ini di jajaran Polres Ternate.
Keempat, Meminta pemerintah Jokowi segara melakukan penghapuskan pidana pencemaran nama baik dan penghinaan dalam UU ITE. Mendesak untuk memperkuat posisi izin dari Ketua Pengadilan Negeri sebagai mekanisme kontrol dan pengawasan dari kewenangan upaya paksa dalam RUU Perubahan UU ITE dan R KUHAP ke depan.
Kelima, Kasus seperti Adlun ini tidak boleh terluang kembali pada institusi publik khususnya di lembaga kepolisian, karena institusi publik harus membuka ruang saran dan kritik dari masyarakat. Selain itu juga demi menjaga wibawa institusi agar dicintai oleh masyarakat.
Jakarta, 5 Oktober 2015
Hormat kami,
Tim Advokasi Pembela Kebebasan Berekspresi dan Tolak Kriminalisasi
(LBH Pers, ICJR, Elsam, KontraS, LBH Jakarta, AMAN, PPMAN, Safenet)

Sabtu, 17 Oktober 2015

Manusia Berbangsa Indonesia

asal usul Bangsa Indonesia

Siapakah sesungguhnya Bangsa Indonesia? Ada banyak cara/versi untuk menerangkan jawaban atas pertanyaan tadi. Dari semua versi, keseluruhannnya berpendapat sama jika lelulur masyarakat Indonesia yang sekarang ini mendiami Nusantara adalah bangsa pendatang. Penelitian arkeologi dan ilmu genetika memberikan bukti kuat jika leluhur Bangsa Indonesia bermigrasi dari wilayah Asia ke wilayah Asia bagian Selatan. Masyarakat Indonesia mungkin banyak yang tidak menyadari apabila perbedaan warna kulit, suku, ataupun bahasa tidak menutupi fakta suatu bangsa yang memiliki rumpun sama, yaitu rumpun Austronesia. Jika melihat catatan penelitian dan kajian ilmiah tentang asal-usul suatu bangsa, apakah masyarakat Indonesia menyadari jika mereka berasal (keturunan) dari leluhur yang sama (satu rumpun)?

Topik dalam tulisan ini sebelumnya sudah sering dibahas di media cetak maupun elektronik, termasuk juga dituliskan oleh beberapa blogger. Sayang sekali di setiap penulisan tidak memberikan penegasan apapun kecuali hanya sekedar informasi umum. Pada prinsipnya, dengan menelusuri asal-usul suatu bangsa, setidaknya akan diketahui gambaran atas pemikiran, paham, ataupun anggapan tentang sikap suatu bangsa.

Menelusuri asal-usul suatu bangsa tidak sekedar membutuhkan bidang ilmu antropologi, akan tetapi sudah masuk ke dalam ranah ilmu genetika. Pada awalnya, penelurusuran hanya didasarkan pada bukti-bukti arkeologi dan pola penuturan bahasa. Temuan terbaru cukup mengejutkan karena merubah keseluruhan fakta di masa lalu jika selama ini leluhur Bangsa Indonesia bukan berasal dari Yunan.

Teori Awal Tentang Yunan
Teori awal tengan asal-usul Bangsa Indonesia dikemukakan oleh sejarawan kuno sekaligus arkeolog dari Austria, yaitu Robern Barron von Heine Geldern atau lebih dikenal von Heine Geldern (1885-1968). Berdasarkan kajian mendalam atas kebudayaan megalitik di Asia Tenggara dan beberapa wilayah di bagian Pasifik disimpulkan bahwa pada masa lampau telah terjadi perpindahan (migrasi) secara bergelombang dari Asia sebelah Utara menuju Asia bagian Selatan. Mereka ini kemudian mendiami wilayah berupa pulau-pulau yang terbentang dari Madagaskar (Afrika) sampai dengan Pulau Paskah (Chili), Taiwan, dan Selandia Baru yang selanjutnya wilayah tersebut dinamakan wilayah berkebudayaan Austronesia. Teori mengenai kebudayaan Austronesia dan neolitikum inilah yang sangat populer di kalangan antropolog untuk menjelaskan misteri migrasi bangsa-bangsa di masa neolitikum (2000 SM hingga 200 SM).

Teori von Heine Geldern tentang kebudayaan Austronesia mengilhami pemikiran tentang rumpun kebudayaan Yunan (Cina) yang masuk ke Asia bagian Selatan hingga Australia. Salah satunya pula yang melandasi pemikiran apabila leluhur Bangsa Indonesia berasal dari Yunan. Teori ini masih sangat lemah (kurang akurat) karena hanya didasarkan pada bukti-bukti kesamaan secara fisik seperti temuan benda-benda arkeologi ataupun kebudayaan megalitikum. Teori ini juga sangat mudah diperdebatkan setelah ditemukannya catatan-catatan sejarah di Borneo (Kalimantan), Sulawesi bagian Utara, dan Sumatera yang saling bertentangan dengan teori Out of Yunan. Sayangnya, masih banyak pendidikan dasar di Indonesia yang masih mempertahankan prinsip ‘Out of Yunan’.

Teori Linguistik
Teori mengenai asal-usul Bangsa Indonesia kemudian berpijak pada studi ilmu linguistik. Dari keseluruhan bahasa yang dipergunakan suku-suku di Nusantara memiliki rumpun yang sama, yaitu rumun Austronesia. Akar dari keseluruhan cabang bahasa yang digunakan leluhur yang menetap di wilayah Nusantara berasal dari rumpun Austronesia di Formosa atau dikenal dengan rumpun Taiwan. Teori linguistik membuka pemikiran baru tentang sejarah asal-usul Bangsa Indonsia yang disebut pendekatan ‘Out of Taiwan’. Teori ini dikemukakan oleh Harry Truman Simandjuntak yang selanjutnya mendasar teori moderen mengenai asal usul Bangsa Indonesia.

Pada prinsipnya, menurut pendekatan ilmu linguistik, asal-usul suatu bangsa dapat ditelusuri melalui pola penyebaran bahasanya. Pendekatan ilmu linguistik mendukung fakta penyebaran bangsa-bangsa rumpun Austronesia. Istilah Austronesia sendiri sesungguhnya mengacu pada pengertian bahasa penutur. Bukti arkeologi menjelaskan apabila keberadaan bangsa Austronesia di Kepulauan Formosa (Taiwan) sudah ada sejak 6000 tahun yang lalu. Dari kepulauan Formosa ini kemudian bangsa Austronesia menyebar ke Filipina, Indonesia, Madagaskar (Afrika), hingga ke wilayah Pasifik. Sekalipun demikian, pendekatan ilmu linguistik masih belum mampu menjawab misteri perpindahan dari Cina menuju Kepulauan Formosa.

Pendekatan Teori Genetika
Teori dengan pendekatan ‘Out of Taiwan’ nampaknya semakin kuat setelah disertai bukti-bukti berupa kecocokan genetika. Riset genetika yang dilakukan pada ribuan kromosom tidak menemukan kecocokan pola genetika dengan wilayah di Cina. Temuan ini tentunya cukup mengejutkan karena dianggap memutuskan dugaan gelombang migrasi yang berasal dari Cina, termasuk di antaranya pendekatan ‘Out of Yunan’. Sebaliknya, kecocokan pola genetika justru semakin memperkuat pendekatan ‘Out of Taiwan’ yang sebelumnya juga dijadikan dasar pemikiran arkeologi dengan pendekatan ilmu linguistik.

Dengan menggunakan pendekatan ilmu linguistik dan riset genetika, maka asal-usul Bangsa Indonesia bisa dipastikan bukan berasal dari Yunan, akan tetapi berasal dari bangsa Austronesia yang mendiami Kepulauan Formosa (Taiwan). Direktur Institut Biologi Molekuler, Prof. Dr Sangkot Marzuki menyarankan untuk dilakukan perombakan pandangan yang tentang asal-usul Bangsa Indonesia. Dari pendekatan genetika menghasilkan beragam pandangan tentang pola penyebaran bangsa Austronesia. Hingga saat ini masih dilakukan berbagai kajian mendalam untuk memperkuat pendugaan melalui pendekatan linguistik tentang pendekatan ‘Out of Taiwan’.

Jalur Migrasi
Jalur migrasi berdasarkan pendekatan ‘Out of Taiwan’ bertentangan dengan pendekatan ‘Out of Yunan’. Pendekatan ‘Out of Yunan’ menerangkan migrasi Austronesia bermula dari Utara menuju semenanjung Melayu yang selanjutnya menyebar ke wilayah Timur Indonesia. Pendekatan ‘Out of Yunan’ dapat dilemahkan setelah ditelusuri berdasarkan pendekatan linguistik dan diperkuat pula oleh pembuktian genetika.

Berdasarkan pendekatan ‘Out of Taiwan’, migrasi leluhur dari Taiwan (Formosa) tiba terlebih dulu di Filipina bagian Utara sekitar 4500 hingga 3000 SM. Diduga migrasi dilakukan untuk memisahkan diri mencari wilayah baru di Selatan. Akibat dari migrasi ini kemudian membentuk budaya baru, termasuk diantaranya pembentukan cabang bahasa yang disebut Proto-Malayo-Polinesia (PMP). Teori migrasi awal bangsa Austronesia dari Formosa disampaikan oleh Daud A. Tanudirjo berdasarkan pandangan pakar linguistik Robert Blust yang menerangkan pola penyebaran bangsa-bangsa Austronesia.

Pada tahap selanjutnya sekitar 3500 hingga 2000 SM terjadi migrasi dari Masyarakat yang semula mendiami Filipina dengan tujuan Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara. Migrasi yang berakhir di Maluku Utara ini kemudian meneruskan migrasinya sekitar tahun 3000 hingga 2000 SM menuju ke Selatan dan Timur. Migrasi di bagian Selatan menuju gugus Nusa Tenggara, sedangkan di bagian Timur menuju pantai Papua bagian Barat. Dari Papua Barat ini kemudian mereka bermigrasi lagi dengan tujuan wilayah Oseania hingga mencapai Kepulauan Bismarck (Melanesia) sekitar 1500 SM.

Pada periode 3000 hingga 2000 SM, migrasi juga dilakukan ke bagian Barat yang dilakukan oleh mereka yang sebelumnya menghuni Kalimantan dan Sulawesi menuju Jawa dan Sumatera. Selanjutnya, hijrah pun diteruskan menuju semenanjung Melayu hingga ke seluruh wilayah di Asia Tenggara. Proses migrasi berulang-ulang dan menghabiskan masa ribuan tahun tidak hanya membentuk keanekaragaman budaya baru, akan tetapi juga pola penuturan (bahasa) baru.

BAB 03; Konsepsi IBD dalam Kesustraan: 1. Kaitan Manusia dan Bahasa

A. Apa itu bahasa
Bahasa adalah sistem tanda yang digunakan sebagai lambang untuk merepresentasikan pikiran, konsep, dan pengalaman manusia. Bahasa berkaitan dengan kemampuan kognitif dan akal budi serta cara manusia mengonseptualisasikan dunia. Bahasa adalah dasar dari manah (Mithen, 1996: 44). Lambang adalah alat untuk membangun pengetahuan dan sarana berekspresi yang paling awal dan mendasar pada manusia (Cooper, 1978:7-8). Seluruh bahasa manusia bertumpu pada perlambangan (Benveniste (1971:73); perhatikan ungkapan animal simbolicum, “hewan yang menciptakan lambang”. (Kata animal diturunkan dari kata anima, ‘memiliki manah’ atau ‘jiwa’.)
Jean Piaget (1955), ahli psikologi perkembangan, mengatakan bahwa fungsi awal dari bahasa manusia bukanlah komunikasi tetapi simbolisasi (Cast, 1989:241). Ia berpendapat bahwa fungsi inteligensi manusia adalah membangun “realitas”, dan bahwa tahap-tahap perkembangan mental anak mencerminkan tahapan evolusi kognitif manusia (Mithen, 1996:35). Penelitian Piaget menunjukkan bahwa pada usia dini anak-anak telah menciptakan lambang untuk menamai benda dan hal di sekitarnya. Pada usia tiga tahun anak-anak sudah mampu membedakan mana yang simbolis dan mana yang nyata.

Bahasa sebagai alat representasi memungkinkan manusia menjelaskan hal-ikhwal kehidupan secara renik, jelas, dan tepat. Bahasa adalah perilaku sosial budaya yang muncul dari dorongan moral dan kecintaan akan kehidupan (Rosseau and Herder, 1966:11-12), dan alat untuk menata dunia, masyarakat dan pikiran (Yaguello,1998:75; Cassirer, 1955:158). Para linguis memerikan hakikat bahasa sebagai sifat pembeda dari manah yang khas manusiawi (Bateson, 1979: 92; Chomsky 1975:4; Wierzbicka, 1992: 40-44). Chomsky (1968:20) mengatakan bahwa bahasa membentuk manah. Menurut Bateson (1972: 344) manah adalah kumpulan bagian yang membawa perbedaan tetapi kait-mengait membentuk jaringan makna; tanpa perbedaan, tidak ada makna. Aitchinson (1999: 91) menunjukkan bahwa bahasa dan pikiran mencirikan manusia, karena dengan bahasa manusia dapat mengamati dan merenung. Bahasa berbeda dengan semua sistem tanda, karena ia dapat menafsirkan dirinya, semua sistem komunikasi lain, dan menjadikan dirinya objek telaah ilmiah (Benveniste 1971:56). Bapak linguistik moderen, Saussure menelaah bahasa sebagai: langage, kemampuan manusia mempelajari dan menciptakan bahasa; langue, sistem bahasa yang abstrak, sosial, bebas konteks; dan parole, bahasa kongkret dalam peristiwa wicara yang terikat konteks. Uraian berikut memerikan perilaku manusia yang khas dan kekhasan bahasa biasa. Diharapkan uraian dapat menerangkan manusia yang memiliki kebebasan, jati diri, dan martabat. Bahasa adalah wujud tunggal yang melandasi kemanusiaan dan keinsanian.

B.     Ciri Rancang Bahasa Manusia
Bahasa memiliki 22 ciri rancang yang memungkinkannya berkembang menjadi system komunikasi yang amat canggih.
Bunyi dan saluran komunikasi
(1) Bahasa manusia memanfaatkan saluran bunyi-dengar. Ia bertumpu pada bunyi yang dihasilkan oleh alat wicara dan ditangkap oleh sistem pendengaran (Denes & Pinson: 1993: 17-152). Pentingnya bunyi bahasa dan komunikasi lisan ditopang oleh bukti bahwa bayi suka bermain dengan bunyi bahasa, dan bahwa manusia menikmati keindahan bunyi bahasa dalam bercakap dan bernyanyi. Bahasa yang rumit hanya dijumpai pada manusia karena pemanfaatan perangkat bunyi sebagai tanda (Teyler, 1975: 121).
(2) Suara sebagai gelombang bunyi disiarkan ke segala arah dan dapat ditangkap oleh sistem pendengaran manusia dalam radius tertentu. Manusia dapat menentukan lokasi sumber bunyi; hal ini penting untuk survival (Denes & Pinson, 1993:79, dan 29).
(3) Bunyi bahasa bersifat sesaat, karena terdengar lalu lenyap. Untai bunyi bahkan tertangkap secara lengkap beserta maknanya pada saat ia menghilang (Ong, 1982:32). Ciri ini memungkinkan manusia bercakap-cakap secara bergantian dengan cepat dan berturut-turut.
(4) Untai bunyi bahasa sebagai tanda untuk menyampaikan makna dapat dipilah ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil. Ujaran didengar dalam ujud analog, gelombang bunyi yang sambungmenyambung, namun di dalam benaknya manusia memilahkannya ke dalam satuan-satuan digital. Denes dan Pinson (1993:188-189) mengatakan bahwa terdapat “konverter” di benak manusia yang mengubah wujud analog menjadi digital sebagai representasi dari sinyal-sinyal akustik. Wilden (1972: 189) mengatakan bahwa pikiran manusia pun berwujud digital yang bersifat analitis, bernilai oposisi biner, dan analog bersifat dialektis, bernilai ganda.
(5) Bahasa manusia memungkinkan umpan balik sempurna. Seorang pencetus tanda dapat memantau bunyi dan mengatur volumenya dan mengulangi bunyi bilamana diperlukan.
Struktur
(6) Pola artikulasi ganda memungkinkan bunyi bahasa disusun dan diubah-ubah untuk mengungkapkan berbagai makna. Hal ini terjadi karena satuan lingual terdiri dari unsur-unsur bunyi pembeda makna (Field: 2003: 144). Contohnya, dengan lima fonem pembeda makna /t, a, h, u, n/, dapat dibentuk kata tahun, tuhan, hutan, hantu. Hakikat bahasa itu linear artinya bunyi atau kata sebagai satuan muncul berturut-turut, namun gagasan itu utuh dan muncul secara serempak. Ketika mendengar kalimat panjang, maka bagian demi bagian tertangkap oleh telinga, tetapi makna muncul pada akhir untai setelah diproses oleh manah. Manusia dapat memrakirakan kata yang akan muncul karena ia mengenali pola struktur satuan lingual.
Secara teoritis dari unsur bunyi yang terbatas dapat dirangkai untai kata yang tak berhingga; kata-kata dapat disusun menjadi kalimat yang tak berhingga jumlahnya; dan dengan memanfaatkan ciri rekursif, kalimat pun dapat digubah menjadi amat panjang (Yaguello, 1998:3). Namun, bahasa-bahasa di dunia hanya memanfaatkan jumlah pola struktur yang terbatas (prinsip kehematan). Pola membantu manusia mengenali dan mengingat satuan lingual. Unsur-unsur kebahasaan tidaklah disusun secara acak, karena susunan yang acak akan sukar dipahami dan sukar diingat.
(7) Bahasa manusia terikat oleh kaidah, bergantung pada struktur dan bertumpu pada prinsip kerja sama yang ketat. Ada kaidah fonetis/fonologis, sintaktis, dan semantis yang menyangkut struktur dalam suatu sistem yang bersifat hirarkis (Wilden, 1972: 155-157). Bateson (1972:143) mengatakan bahwa bahasa adalah system dari sistem-sistem yang terpadu. Bahasa terdiri dari hirarki bunyi, gramatikal, dan referensial yang kait-mengait membentuk keutuhan.
(8) Bahasa memungkinkan manusia menciptakan tuturan yang sama sekali baru dan belum pernah didengarnya (Lightfoot: 1983: 9).
Ciri semantis (makna)
(9) Bunyi bahasa diujarkan dengan tujuan membangun makna. Sekali ”nama” digunakan untuk melabeli suatu benda atau hal, maka ia terus digunakan untuk mengacu benda atau hal itu. Suatu kata mengacu semua benda atau hal sebagai kelompok bukan berdiri sendiri. Pemberian ”nama” mengikuti pola taksonomis atau model pengorganisasian tertentu (Harrison, 2007: 35).
(10) Bahasa manusia berkembang dan digunakan mengikuti kesepakatan (Aitchinson, 1976: 40). Meskipun manusia memiliki kemampuan bawaan untuk berbahasa, tetapi ia harus mengikuti
konvensi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa bahasa adalah kontrak sosial: sosial dalam awal-mulanya, perkembangannya dan penggunaannya. (Kata sosial diturunkan dari kata socius, ‘kawan’).
                                                    
                                                      DAFTAR PUSTAKA

Leahy, Louis, Manusia Sebuah Misteri. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1989, hlm. 24-41

BAB 02; Manusia dan Kebudayaan: 1. Peradaban Manusia

PENGERTIAN PERADABAN

Peradaban berasal dari kata adab yang berarti kesopanan, kehormatan, budi bahasa dan etiket. Lawannya adalah biadab, kasar, kurang ajar dan tak tahu pergaulan. Peradaban adalah seluruh kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan ilmu teknik untuk kegunaan praktis.Peradaban sebagai suatu perwujudan budaya yang didasarkan pada akal (rasio) semata-mata dengan mengabaikan nurani akan berlainan dengan perwujudan budaya yang didasarkan pada akal, nurani, dan kehendak sebagai kesatuan yang utuh. Manusia yang beradab adalah manusia yang memiliki kesopanan dan berbudi pekerti. Manusia yang tidak beradab = biadab.  Berikut penjelasan mengenai ukuran akhlak, kesopanan dan budi pekerti;

· Prof. Dr. Koentjaraningrat, peradaban ialah bagian- bagian kebudayaan yang halus dan indah seperti kesenian.
· Oswald Spengl (1880-1936) Kebudayaan ialah wujud dari seluruh kehidupan adat, industrial filsafat dan sebagainya, peradaban ialah kebudayaan yang sudah tidak tumbuh lagi, sudah mati.

Peradaban didefinisikan sebagai keseluruhan kompleksitas produk pikiran kelompok manusia yang mengatasi negara, ras, suku atau agama yang membedakannya dari yang lain.Beradab setidaknya sebuah masyarakat bersifat relatif dan harus ada norma. Kebutuhan akan adab dengan peradaban mengacu pada masyarakat yang memiliki organisasi sosial, kebudayaan dan cara berkehidupan yang sudah maju yang menyebabkan berbeda dari masyarakat lain.

Peradaban merupakan tahap kebudayaan tertentu dan telah maju yang bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan lain-lain. Masyarakat memiliki peradaban yang berbeda-beda satu sama lain.

Beberapa pendapat mengenai peradaban yang disampaikan oleh para ahli:
1. Menurut Oswalg Spengl, Peradaban adalah kebudayaan yang mengalami perubahan dan menekankan pada kesejahteraan fisik dan material.
2  Menurut Anne Ahira, Peradaban adalah kebudayaan yang mengalami kemajuan yang tinggi.
3. Menurut KBBI, Peradaban adalah kemajuan yang menyangkut sopan santun, budi bahasa dana kebudayaan suatu bangsa.
Dalam kebudayaan Barat, manusia beradab adalah yang berpendidikan, sopan dan berbudaya. Ciri penting dalam definisi peradaban adalah berbudaya (cultured), antara lain: melek huruf (lettered).

 Menurut Damono sebagaimana dikutip oleh Oman Sukmana, kata “adab” berasal dari bahasa Arab yang berarti akhlak atau kesopanan dan kehalusan budi pekerti.
Adab erat hubungannya dengan:
· Moral yaitu nilai – nilai dalam masyarakat yang hubungannya dengan kesusilaan
· Norma yaitu aturan, ukuran atau pedoman yang dipergunakan dalam menentukan sesuatu yang baik atau salah.
· Etika yaitu nilai-nilai dan norma moral tentang apa yang baik dan buruk yang menjadi pegangan dalam mengatur tingksh laku manusia.
·  Estetika yaitu berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam keindahan, kesatuan, keselarasan dan kebalikan.

Menurut Fairchild sebagaimana yang dikutip oleh Oman Sukmana, “peradaban” adalah perkembangan kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu yang diperoleh manusia pendukungnya.

Menurut Bierens De Hans “peradaban” adalah seluruh kehidupan sosial, ekonomi, politik dan teknik. Jadi, peradaban adalah bidang kehidupan untuk  kegunaan yang praktis, sedangkan kebudayaan adalah sesuatu yang berasal dari hasrat dan gairah yang lebih murni diatas tujuan yang praktis hubungannya dengan masyarakat.

Menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat “peradaban” adalah bagian-bagian kebudayaan yang halus dan indah seperti kesenian. Dengan demikian “peradaban” adalah tahapan tertentu dari kebudayaan masyarakat tertentu pula, yang telah mencapai kebudayaan tertentu pula, yang telah mencapai kemajuan tertentu yang dicirikan oleh tingkat ilmu pngetahuan, teknologi dan seni yang telah maju. Masyarakat tersebut dapat dikatakan telahmengalami proses perubahan sosial yang berarti, sehingga taraf kehidupannya makin kompleks.

2. Pengertian Manusia sebagai Makhluk Beradab dan Masyarakat Adab
Manusia disamping sebagai makhluk Tuhan, sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial budaya, dimana saling berkaitan satu dengan yang lain. Sebagai makhluk Tuhan manusia memiliki kewajiban mengabdi kepada Sang Kholik, sebagai makhluk individu manusia harus memenuhi segala kebutuhan pribadinya dan sebagai makhluk sosial budaya manusia harus hidup berdampingan dengan manusia lain dalam kehidupan yang selaras dan saling membantu.

Manusia sebagai makhluk sosial disini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai  tanggungjawab seperti anggota masyarakat lain, agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyarakat tersebut. Oleh karena itu, manusia yang bertanggungjawab adalah manusia yang dapat menyatakan bahwa tindakannya itu baik dalam arti menurut norma umum.

Untuk menjadi makhluk yang beradab, manusia senantiasa harus menjunjung tinggi aturan-aturan, norma-norma, adat-istiadat, ugeran dan wejangan atau nilai-nilai kehidupan yang ada di masyarakat yang diwujudkan dengan menaati berbagai pranata sosial atau aturan sosial, sehingga dalam kehidupan di masyarakat itu akan tercipta ketenangan, kenyamanan, ketentraman dan kedamaian. Dan inilah sesungguhnya makna hakiki sebagai manusia beradab.

Konsep masyarakat adab dalam pengertian yang lain adalah suatu kombinasi yang ideal antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Dalam suatu masyarakat yang adil, setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya dianggap  paling cocok bagi setiap orang tersebut, yang tentunya perlu adanya keselarasan dan keharmonisan. Namun demikian keinginan manusia untuk mewujudkan keinnginannya atau haknya sebagai salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan hidup, tidak boleh dilakukan secara berlebihan bahkan merugikan manusia lain. Manusia dalam menggunakan hak untuk memenuhi kepentingan pribadinya tidak boleh melampaui batas atau merugikan kepentingan orang lain. Sebagai suatu anggota masyarakat yang beradab manusia harus bisa menciptakan adanya keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. Jadi, perlu adanya suatu kombinasi yang ideal antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.

3. Evolusi dan Tahapan-tahapan Peradaban
Evolusi diajukan sebagai faktor kebudayaan pada sekitar pertengahan abad ke – 19 dan dengan segera pula menjadi kategori budaya yang sangat populer. Mereka yang menerapkan gagasan evolusi pada pertumbuhan kebudayaan tidak begitu melukiskan proses yang sungguh-sungguh terjadi, melainkan hanya menyusun sebuah artificial selection diantara ratusan peristiwa dan kejadian yang laludiurutkan menurut skema evolusi. Menurut JWM Baker SJ, mereka tidak sampai menerangkan jalan kebudayaan dengan teori evolusi, tetapi mencoba membuktikan evolusi dengan data budaya yang ada.

Proses evolusi kebudayaan hanya dipandang dari jauh, yakni dengan mengambil jangka waktu yang panjang, misalnya beberapa ribu tahun yang lalu, maka akan menampakkan perubahan-perubahan besar yang seolah menentukan arah (directional) dari sejarah perkembangan kebudayaan yang bersangkutan. Perubahan – perubahan tersebut direkonstruksi dengan menganalisa sisa-sisa dari benda hasil kebudayaan manusia pada jaman dahulu yang antara lain digali dari lapisan bumi diberbagai tempat. Menurut Alfin Tofler tahapan peradaban dapat dibagi atas tiga tahapan, yaitu :
1. Gelombang pertama sebagai tahap peradaban pertanian, dimana dimulai kehidupan baru dari budaya meramu ke bercocok tanam (revolusi agraris).
2. Gelombang kedua sebagai tahap peradaban industri penemuan mesin uap, energi listrik, mesin untuk mobil dan pesawat terbang (revolusi industri).
3. Gelombang ketiga sebagai tahap peradaban informasi. Penemuan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dengan komputer atau alat komunikasi digital.

Menurut John Naisbitt mengemukakan bahwa era informasi menimbulkan gejala mabuk teknologi, yang ditandai dengan beberapa indikator, yaitu :
1. Masyarakat lebih menyukai penyelesaian masalah secara kilat.
2. Masyarakat takut sekaligus memuja teknologi.
3. Masyarakat mengaburkan perbedaan antar yang nyata dan yang semu.
4. Masyarakat menerima kekerasan sebagai sesuatu yang wajar.
5. Masyarakat mencintai teknologi dalam bentuk mainan, dan
6. Masyarakat menjalani kehidupan yang berjarak dan terenggut.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Penulis. 2010. Bahan Ajar: Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Unit Penerbitan Universitas Negeri Jakarta: Jakarta.
Prasetya, Joko Tri. 1991. Ilmu Budaya Dasar.  Rineka Cipta: Jakarta.