Sabtu, 17 Oktober 2015

BAB 03; Konsepsi IBD dalam Kesustraan: 1. Kaitan Manusia dan Bahasa

A. Apa itu bahasa
Bahasa adalah sistem tanda yang digunakan sebagai lambang untuk merepresentasikan pikiran, konsep, dan pengalaman manusia. Bahasa berkaitan dengan kemampuan kognitif dan akal budi serta cara manusia mengonseptualisasikan dunia. Bahasa adalah dasar dari manah (Mithen, 1996: 44). Lambang adalah alat untuk membangun pengetahuan dan sarana berekspresi yang paling awal dan mendasar pada manusia (Cooper, 1978:7-8). Seluruh bahasa manusia bertumpu pada perlambangan (Benveniste (1971:73); perhatikan ungkapan animal simbolicum, “hewan yang menciptakan lambang”. (Kata animal diturunkan dari kata anima, ‘memiliki manah’ atau ‘jiwa’.)
Jean Piaget (1955), ahli psikologi perkembangan, mengatakan bahwa fungsi awal dari bahasa manusia bukanlah komunikasi tetapi simbolisasi (Cast, 1989:241). Ia berpendapat bahwa fungsi inteligensi manusia adalah membangun “realitas”, dan bahwa tahap-tahap perkembangan mental anak mencerminkan tahapan evolusi kognitif manusia (Mithen, 1996:35). Penelitian Piaget menunjukkan bahwa pada usia dini anak-anak telah menciptakan lambang untuk menamai benda dan hal di sekitarnya. Pada usia tiga tahun anak-anak sudah mampu membedakan mana yang simbolis dan mana yang nyata.

Bahasa sebagai alat representasi memungkinkan manusia menjelaskan hal-ikhwal kehidupan secara renik, jelas, dan tepat. Bahasa adalah perilaku sosial budaya yang muncul dari dorongan moral dan kecintaan akan kehidupan (Rosseau and Herder, 1966:11-12), dan alat untuk menata dunia, masyarakat dan pikiran (Yaguello,1998:75; Cassirer, 1955:158). Para linguis memerikan hakikat bahasa sebagai sifat pembeda dari manah yang khas manusiawi (Bateson, 1979: 92; Chomsky 1975:4; Wierzbicka, 1992: 40-44). Chomsky (1968:20) mengatakan bahwa bahasa membentuk manah. Menurut Bateson (1972: 344) manah adalah kumpulan bagian yang membawa perbedaan tetapi kait-mengait membentuk jaringan makna; tanpa perbedaan, tidak ada makna. Aitchinson (1999: 91) menunjukkan bahwa bahasa dan pikiran mencirikan manusia, karena dengan bahasa manusia dapat mengamati dan merenung. Bahasa berbeda dengan semua sistem tanda, karena ia dapat menafsirkan dirinya, semua sistem komunikasi lain, dan menjadikan dirinya objek telaah ilmiah (Benveniste 1971:56). Bapak linguistik moderen, Saussure menelaah bahasa sebagai: langage, kemampuan manusia mempelajari dan menciptakan bahasa; langue, sistem bahasa yang abstrak, sosial, bebas konteks; dan parole, bahasa kongkret dalam peristiwa wicara yang terikat konteks. Uraian berikut memerikan perilaku manusia yang khas dan kekhasan bahasa biasa. Diharapkan uraian dapat menerangkan manusia yang memiliki kebebasan, jati diri, dan martabat. Bahasa adalah wujud tunggal yang melandasi kemanusiaan dan keinsanian.

B.     Ciri Rancang Bahasa Manusia
Bahasa memiliki 22 ciri rancang yang memungkinkannya berkembang menjadi system komunikasi yang amat canggih.
Bunyi dan saluran komunikasi
(1) Bahasa manusia memanfaatkan saluran bunyi-dengar. Ia bertumpu pada bunyi yang dihasilkan oleh alat wicara dan ditangkap oleh sistem pendengaran (Denes & Pinson: 1993: 17-152). Pentingnya bunyi bahasa dan komunikasi lisan ditopang oleh bukti bahwa bayi suka bermain dengan bunyi bahasa, dan bahwa manusia menikmati keindahan bunyi bahasa dalam bercakap dan bernyanyi. Bahasa yang rumit hanya dijumpai pada manusia karena pemanfaatan perangkat bunyi sebagai tanda (Teyler, 1975: 121).
(2) Suara sebagai gelombang bunyi disiarkan ke segala arah dan dapat ditangkap oleh sistem pendengaran manusia dalam radius tertentu. Manusia dapat menentukan lokasi sumber bunyi; hal ini penting untuk survival (Denes & Pinson, 1993:79, dan 29).
(3) Bunyi bahasa bersifat sesaat, karena terdengar lalu lenyap. Untai bunyi bahkan tertangkap secara lengkap beserta maknanya pada saat ia menghilang (Ong, 1982:32). Ciri ini memungkinkan manusia bercakap-cakap secara bergantian dengan cepat dan berturut-turut.
(4) Untai bunyi bahasa sebagai tanda untuk menyampaikan makna dapat dipilah ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil. Ujaran didengar dalam ujud analog, gelombang bunyi yang sambungmenyambung, namun di dalam benaknya manusia memilahkannya ke dalam satuan-satuan digital. Denes dan Pinson (1993:188-189) mengatakan bahwa terdapat “konverter” di benak manusia yang mengubah wujud analog menjadi digital sebagai representasi dari sinyal-sinyal akustik. Wilden (1972: 189) mengatakan bahwa pikiran manusia pun berwujud digital yang bersifat analitis, bernilai oposisi biner, dan analog bersifat dialektis, bernilai ganda.
(5) Bahasa manusia memungkinkan umpan balik sempurna. Seorang pencetus tanda dapat memantau bunyi dan mengatur volumenya dan mengulangi bunyi bilamana diperlukan.
Struktur
(6) Pola artikulasi ganda memungkinkan bunyi bahasa disusun dan diubah-ubah untuk mengungkapkan berbagai makna. Hal ini terjadi karena satuan lingual terdiri dari unsur-unsur bunyi pembeda makna (Field: 2003: 144). Contohnya, dengan lima fonem pembeda makna /t, a, h, u, n/, dapat dibentuk kata tahun, tuhan, hutan, hantu. Hakikat bahasa itu linear artinya bunyi atau kata sebagai satuan muncul berturut-turut, namun gagasan itu utuh dan muncul secara serempak. Ketika mendengar kalimat panjang, maka bagian demi bagian tertangkap oleh telinga, tetapi makna muncul pada akhir untai setelah diproses oleh manah. Manusia dapat memrakirakan kata yang akan muncul karena ia mengenali pola struktur satuan lingual.
Secara teoritis dari unsur bunyi yang terbatas dapat dirangkai untai kata yang tak berhingga; kata-kata dapat disusun menjadi kalimat yang tak berhingga jumlahnya; dan dengan memanfaatkan ciri rekursif, kalimat pun dapat digubah menjadi amat panjang (Yaguello, 1998:3). Namun, bahasa-bahasa di dunia hanya memanfaatkan jumlah pola struktur yang terbatas (prinsip kehematan). Pola membantu manusia mengenali dan mengingat satuan lingual. Unsur-unsur kebahasaan tidaklah disusun secara acak, karena susunan yang acak akan sukar dipahami dan sukar diingat.
(7) Bahasa manusia terikat oleh kaidah, bergantung pada struktur dan bertumpu pada prinsip kerja sama yang ketat. Ada kaidah fonetis/fonologis, sintaktis, dan semantis yang menyangkut struktur dalam suatu sistem yang bersifat hirarkis (Wilden, 1972: 155-157). Bateson (1972:143) mengatakan bahwa bahasa adalah system dari sistem-sistem yang terpadu. Bahasa terdiri dari hirarki bunyi, gramatikal, dan referensial yang kait-mengait membentuk keutuhan.
(8) Bahasa memungkinkan manusia menciptakan tuturan yang sama sekali baru dan belum pernah didengarnya (Lightfoot: 1983: 9).
Ciri semantis (makna)
(9) Bunyi bahasa diujarkan dengan tujuan membangun makna. Sekali ”nama” digunakan untuk melabeli suatu benda atau hal, maka ia terus digunakan untuk mengacu benda atau hal itu. Suatu kata mengacu semua benda atau hal sebagai kelompok bukan berdiri sendiri. Pemberian ”nama” mengikuti pola taksonomis atau model pengorganisasian tertentu (Harrison, 2007: 35).
(10) Bahasa manusia berkembang dan digunakan mengikuti kesepakatan (Aitchinson, 1976: 40). Meskipun manusia memiliki kemampuan bawaan untuk berbahasa, tetapi ia harus mengikuti
konvensi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa bahasa adalah kontrak sosial: sosial dalam awal-mulanya, perkembangannya dan penggunaannya. (Kata sosial diturunkan dari kata socius, ‘kawan’).
                                                    
                                                      DAFTAR PUSTAKA

Leahy, Louis, Manusia Sebuah Misteri. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1989, hlm. 24-41

Tidak ada komentar:

Posting Komentar